Salah satu inovasi yang cukup menggemparkan dunia crypto adalah perilisan stablecoin pertama pada tahun 2014 lalu. Alasannya adalah salah satu jenis mata uang crypto ini disebut-sebut sebagai aset yang berlandaskan pada pergerakan harga aset “real” sehingga pergerakan harganya relatif cenderung lebih stabil dibandingkan dengan mata uang crypto lainnya.
Meskipun beberapa kali terlibat kontroversi, namun nyatanya saat ini stablecoin menjadi salah satu alternatif aset crypto yang banyak digemari oleh para trader. Diantara lebih dari 70 stablecoin, Tether adalah nama stablecoin yang paling menonjol dan memiliki kapitalisasi pasar paling besar. Mengapa demikian? Bari kita bahas satu per satu.
Apa itu USDT (Tether)?
USDT (Tether) adalah mata uang crypto berjenis stablecoin yang didasarkan (pegged) pada cadangan dolar yang dimiliki oleh perusahaan penerbit mata uang ini. Dengan demikian, pergerakan harga Tether akan sama dengan atau mendekati 1 USD.
Tether sendiri diterbitkan oleh perusahaan teknologi bernama Tether Limited, yang memiliki kantor pusat di Hongkong, pada tahun 2014. Tether Limited adalah perusahaan yang didirikan oleh dua pemain crypto kawakan yaitu Brock Pierce, Reeve Collins and Craig Sellars.
Penerbit mata uang ini mengklaim bahwa ketika mereka ingin menerbitkan Tether sejumlah tertentu, mereka akan menambah jumlah cadangan dolar Amerika di dalam perusahaan mereka sedemikian hingga pergerakan harga aset ini didukung sepenuhnya oleh pergerakan nilai tukar dolar.
Per 22 Februari 2022, nilai kapitalisasi pasar USDT mencapai 79,3 miliar dolar dan memiliki nilai tukar yang setara dengan 1 dolar. Hal ini menjadikan aset crypto ini sebagai mata uang crypto dengan tingkat kapitalisasi pasar terbesar ketiga di dunia.
Kegunaan USDT (Tether)
Karena diciptakan “berbeda” dari aset crypto yang lain, Tether juga memiliki kegunaan yang sedikit berbeda dengan cryptocurrency yang lainnya. Beberapa kegunaan USDT tersebut antara lain:
1. Penyimpan nilai
Salah satu kritik pencipta stablecoin terhadap mata uang crypto lainnya adalah fluktuasi harga yang tajam membuat aset ini tidak bisa dijadikan penyimpan nilai (storage of value). Oleh karena itu, mereka menciptakan sebuah mata uang crypto baru yang bisa dijadikan alat penyimpan nilai karena nilainya stabil.
Dengan tingkat kestabilan harga ini, Tether banyak dijadikan trader sebagai tempat menyimpan aset. Aset tersebut nantinya akan dipakai untuk membeli mata uang crypto lain atau dicairkan ke dalam bentuk uang fiat jika memang diperlukan.
Hal ini bermanfaat bagi trader pemula yang ingin membeli aset crypto yang lebih mahal seperti Bitcoin atau Ethereum tapi tidak memiliki cukup dana untuk membelinya langsung sehingga harus menabung terlebih dahulu.
Hal ini juga bermanfaat bagi masyarakat yang ingin menyimpan dananya dalam bentuk dolar tapi terkendala dengan lambatnya proses pembelian valas secara tradisional melalui bank.
2. Trading
Seperti yang telah disebut di atas, Tether sering dijadikan “tempat parkir” bagi trader yang ingin membeli mata uang crypto lain. Apalagi membeli aset crypto lain menggunakan Tether relatif lebih cepat dibandingkan menggunakan dolar. Tentu keistimewaan ini membuat trading menggunakan USDT lebih baik daripada memakai dolar secara langsung.
Misalnya, jika seorang trader ingin menjual Bitcoin yang dimilikinya dan ingin membeli Ethereum di lain waktu, maka dia akan menyimpan uangnya dalam bentuk USDT secara sementara.
Baca Juga: Belajar Cara Trading Crypto Untuk Raih Profit 2022
3. Sebagai alat pembayaran internasional
Karena didasarkan pada dolar, maka tidak heran kalau Tether acap kali digunakan sebagai alat pembayaran internasional. Dengan teknologi blockchain membuat transaksi internasional menggunakan Tether jadi relatif lebih aman dan cepat.
4. Tether untuk DeFi
DeFi atau decentralized finance adalah ekosistem aplikasi keuangan yang dibangun berdasarkan blockchain dan smart contract. DeFi tidak ubahnya seperti bank, P2P lending atau institusi penghimpun dan penyalur dana masyarakat lainnya. Hanya saja DeFi tidak terikat dengan otoritas keuangan manapun.
Jadi, dengan mengunduh salah satu aplikasi dengan ekosistem DeFi, trader bisa memberi pinjaman kepada trader lain dan mendapatkan bunga, membayar transaksi dengan mata uang crypto dan lain sebagainya.
Masalah utama dari ekosistem aplikasi ini adalah DeFi hanya menerima cryptocurrency padahal volatilitas harga cryptocurrency bisa gila-gilaan. Coba bayangkan jika Anda meminjam satu koin bitcoin ketika harganya masih 500 miliar rupiah tapi dalam waktu singkat harus membayar bitcoin dalam jumlah yang sama tapi dengan nominal nilai tukar yang berbeda. Tentu akan sangat merugikan bukan?
Nah, di sini Tether dan stablecoin lainnya menawarkan solusi. Karena didasarkan pada pergerakan nilai tukar dolar yang relatif lebih stabil, maka meminjam satu koin Tether sama dengan meminjam satu dolar.
Perbedaan USDT dan USDC
SelainTether (USDT) stablecoin lain yang memiliki nilai kapitalisasi pasar besar adalah USD Coin atau USDC. Meskipun sama-sama berdasarkan kepada pergerakan harga dolar, nyatanya kedua aset crypto ini memiliki beberapa perbedaan. Beberapa perbedaan tersebut antara lain:
1. Pendiri
Tether dirilis oleh Tether Limited, sebuah perusahaan teknologi yang berbasis di Hongkong pada tahun 2014 sementara USDC dirilis oleh Centre Consortium, sebuah perusahaan joint venture antara Coinbase dan Circle (perusahaan P2P lending), dan berbasis di New York.
2. Komposisi Underlying Asset
Komposisi underlying asset yang dimiliki oleh Tether mayoritas terdiri dari aset yang memiliki nilai setara dengan dolar yang telah dikeluarkan sementara komposisi underlying asset USDC didominasi kas dan setara uang kas (cabital.com).
3. Penerbitan
Tether hanya bisa diterbitkan oleh Tether Limited dan hanya bisa dicairkan melalui perusahaan yang sama juga. Adapun penerbitan USDC bisa diterbitkan oleh pihak manapun selama pihak tersebut memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku serta bersedia melampirkan bukti penyediaan cadangan bulanan.
Kontroversi seputar Tether
Sebuah inovasi seringkali datang bersama kontroversi. Tether beberapa kali harus menghadapi investigasi. Pada tahun 2018, Tether gagal menjalani audit yang bisa mengkonfirmasi kalau USDT memang didukung oleh cadangan dolar. Lebih dari itu, aset crypto ini juga sempat dituduh sebagai biang kerok kenaikan harga bitcoin pada tahun 2017.
The New York Attorney General juga sempat menginvestigasi perusahaan ini atas kegagalannya menginformasikan kepada investor bahwasanya sebagian aset mereka tidak didasarkan pada dolar. Akibatnya induk perusahaan penerbit Tether, BitFinex, harus membayar denda sebesar 18.5 juta USD.
Menurut beberapa sumber, hal ini dikarenakan Tether relatif kurang transparan dalam memberitahu publik mengenai jumlah cadangan dolar yang mereka miliki dan bagaimana alokasinya. Kontroversi ini juga mendorong Tether menjadi subyek diskusi di antara petinggi The Federal Reserve di tahun 2021 lalu.
Kesimpulan
Tether adalah mata uang crypto jenis stablecoin dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di dunia. Mata uang ini dirilis oleh Tether Limited pada tahun 2014 dan diklaim memiliki cadangan aset dalam bentuk dolar dengan jumlah yang sama besarnya.
Meskipun memiliki banyak manfaat, nyatanya aset crypto ini pernah terlibat kontroversi karena minimnya transparansi cadangan aset. Salah satu kontroversi tersebut mengakibatkan perusahaan penerbit mata uang ini harus membayar sebesar 18.5 juta dolar ke The New York Attorney General pada tahun 2021.