Pasar mata uang crypto adalah salah satu pasar dengan tingkat volatilitas harga tertinggi di seluruh dunia. Tentu Anda masih ingat bagaimana harga sekeping Bitcoin bisa anjlok dari 600 miliar rupiah ke 500 miliar rupiah hanya dalam beberapa hari saja bukan?
Fluktuasi harga yang gila-gilaan ini tentu akan menghadang investor atau trader pemula masuk pasar. Beberapa perusahaan pengembang cryptocurrency mencoba mengatasi masalah ini dengan menyediakan Stablecoin yang disebut-sebut memiliki tingkat volatilitas harga yang lebih rendah dibandingkan aset crypto lainnya.
Tapi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan stablecoin tersebut dan bagaimana cara kerjanya? Mari kita bahas satu per satu:
Pengertian Stablecoin
Stablecoin adalah jenis mata uang crypto yang didasarkan pada aset-aset tertentu (underlying assets) sehingga pergerakan harganya mengikuti pergerakan harga aset tersebut. Karenanya, Stablecoin menawarkan volatilitas harga yang lebih rendah.
Biasanya yang dijadikan underlying assets adalah fiat money seperti dolar, euro, atau komoditas seperti emas. Hal ini karena aset-aset tersebut relatif memiliki pergerakan harga yang lebih stabil dibandingkan aset crypto secara keseluruhan.
Tether misalnya, aset crypto berlambang USDT ini menjadikan dolar sebagai underlying assets. Oleh sebab itu, harganya juga mengikuti pergerakan nilai tukar dolar terhadap mata uang tertentu. Per 21 Februari 2022, harga aset crypto ini sekitar 14.352 rupiah sementara nilai tukar dolar terhadap rupiah mencapai 14.346 rupiah.
Jenis-Jenis Stablecoin
Stablecoin terbagi menjadi tiga jenis menurut jenis komoditas yang menjadi underlying assets-nya. Ketiga jenis stablecoin tersebut adalah:
1. Fiat-Collateralized Stablecoin
Jenis yang pertama adalah fiat-collateralized stablecoin. Sesuai dengan namanya, stablecoin jenis ini adalah stablecoin yang menjadikan mata uang fiat seperti dolar atau euro sebagai agunan (collateral) atau sebagai underlying assets. Selain itu, stablecoin yang didasarkan pada komoditas seperti emas atau perak juga masuk kategori ini.
Dalam stablecoin jenis ini, pihak perusahaan penerbit aset crypto akan bekerja sama dengan bank kustodian independen yang bertugas untuk menjaga fiat money yang dijadikan acuan. Bank kustodian tersebut lantas harus diaudit secara berkala untuk memenuhi peraturan pemerintah yang berlaku.
2. Crypto-Collateralized Stablecoin
Jenis yang kedua adalah crypto-collateralized stablecoin yaitu jenis stablecoin yang didasarkan pada mata uang crypto yang lain. Karena umumnya aset crypto adalah aset yang memiliki volatilitas harga yang tinggi, maka biasanya jumlah koin yang dijadikan cadangan (reserved) untuk menerbitkan mata uang ini lebih banyak dibandingkan yang seharusnya. Tujuannya adalah untuk mengakomodir perubahan harga mata uang crypto yang dijadikan cadangan.
Misalnya, dibutuhkan Ethereum senilai 2000 USD untuk menerbitkan stablecoin yang setara dengan 1000 USD. Dengan demikian, jika nilai tukar Ethereum terhadap dolar turun hingga 50%, harga stablecoin tersebut tidak terganggu.
3. Non-collateralized Stablecoin
Jenis stablecoin yang ketiga adalah Non-collateralized stablecoin. Seperti namanya, mata uang crypto ini tidak didasari underlying assets apapun. Hanya saja, supaya harganya tetap stabil, penerbit mata uang ini menggunakan mekanisme yang sama dengan bank sentral yaitu harga aset ditentukan melalui proses stabilisasi permintaan dan penawaran menggunakan algoritma tertentu.
Salah satu jenis stablecoin yang menggunakan mekanisme ini adalah Basecoin atau Base. Namun sayangnya, pada Desember 2018 aset crypto ini ditutup penggunaannya oleh Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat.
Contoh Stablecoin
Dirilis dari data coinmarketcap.com, per Februari 2022 sudah ada sekitar 74 stablecoin yang beredar di pasaran. Umumnya, koin tersebut dilandaskan pada pergerakan nilai tukar dolar. Berikut ini beberapa contoh dari 74 koin tersebut:
- USDT (Tether).
- USD Coin (USDC).
- Binance USD.
- Terra USD.
- DAI.
- TrueUSD.
- PaxDollar.
- Neutrino USD.
- Fei USD.
- Gemini Dollar.
- Tribe.
- Frax.
Sejauh ini Tether masih menjadi stablecoin dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di dunia dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar 79,1 miliar USD. Aset crypto ini kemudian disusul oleh USDC dengan market capitalization sebesar 52,6 miliar USD.
Uniknya, diantara 74 stablecoin di atas, ada satu stablecoin yang dilandaskan pada nilai tukar rupiah. Nama stablecoin ini adalah IDRT atau Rupiah Token. Koin ini dirilis oleh startup asal Indonesia PT Rupiah Token Indonesia dan diaudit oleh certik.com. Saat ini aset crypto ini bisa dibeli melalui beberapa platform seperti Pintu, Binance, Tokocrypto dan lain sebagainya.
Fungsi Stablecoin
Ide awal dari pembentukan stablecoin adalah membuat koin crypto yang memiliki tingkat volatilitas lebih rendah dengan “menyambungkannya” dengan aset lain seperti, mata uang fiat ataupun komoditas dan aset crypto lain. Oleh sebab itu, berikut ini beberapa fungsi dari aset crypto jenis ini:
1. Untuk meminimalisir volatilitas
Seperti yang kita ketahui bahwasanya naik turunnya aset crypto bisa sangat tajam. Nah, stablecoin ini bisa menjadi alternatif bagi trader crypto baru yang menghindari volatilitas harga yang tajam tersebut.
Selain itu karena didasarkan pada aset tertentu, maka kelebihan lain dari stablecoin adalah nilainya relatif bisa diprediksi. Misalnya, tether yang disandarkan pada dolar. Trader bisa menganalisis kemungkinan naik turunnya harga tether tidak hanya berdasarkan analisis teknis saja, melainkan juga kondisi sosial politik Amerika Serikat dan lain sebagainya.
2. Untuk menyimpan nilai
Fungsi kedua stablecoin adalah untuk menyimpan nilai. Mata uang crypto ini memiliki karakteristik kurang lebih sebagai berikut:
- Harga relatif stabil.
- Bisa ditukarkan dengan aset crypto yang lain.
- Bisa dicairkan dalam bentuk uang fiat seperti dolar atau rupiah.
Dengan karakteristiknya ini, maka tidak heran jika mata uang crypto ini menjadi aset untuk menyimpan nilai bagi para trader pemula yang ingin membeli aset crypto lain seperti Bitcoin atau Ethereum. Baru setelah jumlahnya terkumpul, pengguna bisa menukarkannya dengan aset crypto yang lebih mahal sebagaimana yang dia inginkan.
3. Untuk mendapatkan imbal hasil
Fungsi lain dari aset crypto ini yang bisa dinikmati oleh investor atau trader adalah untuk mendapatkan imbal hasil. Berbeda dengan saham, imbal hasil pada aset crypto termasuk stablecoin hanya bergantung pada capital gain atau selisih antara harga beli aset dengan harga jual aset tersebut.
Maka dari itu, supaya bisa mendapatkan keuntungan trading dari aset ini, trader diharuskan untuk terus belajar analisis teknikal dalam trading dan terus mengamati pergerakan harga aset terkait.
Kesimpulan
Stablecoin adalah jenis mata uang crypto yang nilainya berdasarkan aset tertentu seperti, mata uang fiat seperti dolar atau rupiah, komoditas, atau bahkan mata uang crypto lainnya. Saat ini terdapat sekitar 74 stablecoin yang beredar di pasaran. Termasuk di antaranya adalah Tether, USD Coin dan Rupiah Token.
Kelebihan dari jenis aset crypto ini adalah nilainya yang relatif stabil, bisa digunakan untuk menyimpan nilai dan tentunya bisa dipakai untuk mendapatkan keuntungan investasi juga.